Panduan Dasar – Apa itu Bentuk Usaha Tetap (BUT)? Bentuk Usaha Tetap adalah istilah yang digunakan secara internasional untuk menggambarkan keberadaan bisnis kena pajak asing. Kriteria BUT agak sulit dipahami, sehingga setiap negara biasanya memiliki definisi khusus untuk memudahkan penerapannya di semua bentuk bisnis. Dalam ulasan ini, kita akan membahas pendekatan tradisional tentang BUT di Indonesia dan apa saja jenis usahanya.
Definisi Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT atau permanent establishment adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia. Atau bisa juga disebutkan bahwa orang ini tidak berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. BUT juga diartikan sebagai badan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia, namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) tercipta dari kegiatan usaha yang cukup dipandang memiliki keberadaan yang stabil dan berkelanjutan di negara asing. Jika kegiatan ini menghasilkan pendapatan yang dibuat secara lokal, maka negara tuan rumah berhak mengenakan pajak perusahaan dengan tarif lokal. Seperti yang tersirat dalam namanya, ‘bentuk usaha permanen’, maka ini juga dipicu oleh aktivitas perusahaan untuk menciptakan pendapatan terus menerus.
Setiap negara memiliki kriteria untuk menentukan kapan aktivitas bisnis ini mencapai tingkat yang disebut BUT, dan akan memicu perpajakan. Biasanya, kriteria standar yang digunakan sebagian besar negara untuk BUT ini meliputi:
• Tempat tetap bisnis, alamat, rekening bank, atau keberadaan fisik lainnya
• Aktivitas karyawan di negara yang terkait langsung dengan penciptaan pendapatan
• Kerangka waktu yang cukup untuk memicu PP berdasarkan hukum setempat atau perjanjian pajak
• Kontrol aktual dan arahan aktivitas karyawan oleh perusahaan induk
Jenis-Jenis Bentuk Usaha Tetap
Ada beberapa jenis Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang harus diperhatikan berdasarkan pendekatan tradisional. Namun ini harus segera dimodifikasi, karena lebih banyak bisnis kini dilakukan secara virtual melalui media digital.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) Kategori Fasilitas Fisik
Kriteria yang paling mudah untuk menentukan BUT adalah memiliki tempat usaha tetap. Menurut UU Perpajakan Indonesia, yang termasuk dalam kategori BUT ini mencakup:
• Cabang perusahaan
• Tempat kedudukan manajemen
• Kantor perwakilan
• Gedung kantor
• Pabrik
• Bengkel
• Pertambangan dan penggalian Sumber Daya Alam, wilayah pengeboran untuk eksplorasi pertambangan
• Perikanan, pertanian, kehutanan, dan perkebunan.
Kategori Agen Penjualan
Orang yang bekerja sebagai agen penjualan dan memiliki wewenang untuk membuat kontrak atas nama perusahaan bisa juga disebut BUT. Persyaratan yang menentukan ia termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah jika otoritasnya dilaksanakan seperti kebiasaan, bukan sekali atau dua kali. Selain itu, sebagian besar negosiasi, penyusunan, dan penandatanganan kontrak dilakukan di Indonesia atau tuan rumah.
Kategori Layanan dan Konsultasi (Jasa)
Area jasa BUT bisa berkembang dan mencakup situasi seperti menyediakan layanan teknis atau manajerial di negara Indonesia. Menurut UU Perpajakan Indonesia, pemberian jasa ini harus dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 60 hari, kecuali ada ketentuan lain. Dan ini juga dilakukan dalam jangka waktu 12 bulan atau satu tahun.
Kategori Aktivitas
Contoh Bentuk Usaha Tetap (BUT) kategori aktivitas adalah proyek bangunan dan konstruksi. Namun karena proyek gedung dan konstruksi tidak “permanen” bagi perusahaan, maka pengujian BUT lebih berbasis waktu. Bergantung pada negara atau perjanjian pajaknya, jangka waktu aktivitas konstruksi dapat berkisar dari 6-12 bulan untuk bisa disebut BUT.
Terakhir, Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang semakin berkembang dan diperebutkan secara hukum adalah pendapatan yang dihasilkan dari sarana digital atau virtual. Banyak perusahaan TI besar telah lolos dari perpajakan BUT berdasarkan definisi tradisional. Namun, kriteria ini harus diubah sekarang untuk menyesuaikan dengan era modern e-niaga.